Sunday, December 7, 2008

Epistemologi Matematika

Oleh: Marsigit
Matematika , pada hakekatnya, selalu berusaha mengungkap kebenaran namun dalam sejarah panjangnya, sejak jaman Renaisan, aspek empiris dari matematika seperti yang dicanangkan oleh John Stuart Mill ternyata kurang mendapat prospek yang cerah. Matematika telah berkembang menjadi kegiatan abstraksi yang lebih tinggi di atas kejelasan pondasinya seperti yang terjadi pada Kalkulus Infinitas dan Bilangan Kompleks yang telah mengambil jarak dari pandangan kaum skeptik. Tetapi pada abad yang lalu, dengan ditemukannya kontradiksi pada Teori Himpunan, kaum skeptik dan empiric mulai menggaungkan lagi pandangan-pandangan tentang pondasi matematika.
Kaum pondasionalis epistemologis berusaha meletakkan dasar pengetahuan matematika dan berusaha menjamin kepastian dan kebenaran matematika. untuk mengatasi kerancuan dan ketidak pastian dari pondasi matematika yang telah diletakkan sebelumnya. Perlu kiranya dicatat bahwa di dalam kajian pondasi epistemologis matematika terdapat pandangan tentang epistemologi standar yang meliputi kajian tentang kebenaran, kepastian, universalisme, obyektivitas, rasionalitas, dsb. Menurut kaum pondasionalisme empiris , dasar dari pengetahuan adalah lebih dari kebenaran yang diperoleh dari hukum sebab-akibat dari pada diturunkan dari argumen-argumennya.
Munculnya Teori Pengetahuan dari Immanuel Kant, sebagai landasan epistemologis dari pengetahuan , dipengaruhi paling tidak oleh pengaruh dua aliran epistemologi yang masing-masing berakar pada pondasi empiris dan pondasi rasionalis. Menurut kaum pondasionalis empiris , terdapat unsur dasar pengetahuan dalam mana nilai kebenarannya lebih dihasilkan oleh hukum sebab-akibat dari pada dihasilkan oleh argumen-argumennya; mereka percaya bahwa keberadaan dari kebenaran tersebut disebabkan oleh asumsi bahwa obyek dari pernyataannyalah yang membawa nilai kebenaran itu. Kaum pondasionalis empiris mempunyai dua asumsi: (a) terdapat nilai kebenaran, jika kita mengetahuinya, yang memungkinkan kita dapat menjabarkan semua pengetahuan tentang ada; (b) nilai kebenaran itu diterima sebagai benar tanpa prasyarat.
Untuk menemukan konsep dan putusan yang mana yang mendasari pengetahuan kita, kaum pondasionalis rasionalis berusaha mencari sumber dari kegiatan berpikir, yaitu kegiatan dimana kita dapat menemukan ide dasar dan kebenaran . Kegiatan dimaksud merupakan kegiatan intelektual yang memerlukan premis-premis yang dapat berupa kegiatan intuisi atau semacam refleksi diri seperti yang terjadi pada Cogito nya Cartesius. Kegiatan tersebut tidak hanya menghasilkan pondasi yang dicari dari pengehuan tetapi juga memberikan kepastian epistemologis, yaitu suatu keadaan yang pasti dan dengan sendirinya benar. Dasar dari ide dan putusan bersifat pasti karena mereka dihasilkan dari suatu aktivitas yang terang dan jelas sebagai prasyarat diperolehnya putusan yang dapat diturunkan menjadi putusan-putusan yang lainnya.
Kaum rasionalis seperti Plato, Descartes, Leibniz, atau Spinoza, percaya bahwa semua pengetahuan telah ada pada akal budi sebelum aktivitas kognisi dimulai; namun, mereka dianggap belum mampu meletakkan dasar-dasar pengetahuan yang menjamin nilai kebenaran suatu proposisi. Di lain pihak, usaha meletakkan dasar kognisi dan pengetahuan tidak berarti bahwa seorang Immanuel Kant memadukan begitu saja apa yang dikerjakan oleh kaum empiris maupun kaum rasionalis. Kant berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana kegiatan kognisi mungkin terjadi dalam kaitannya dengan hubungan antara subjek dan objek atau bagaimana representasi sintetik dan obyeknya dapat terjadi dan bagaimana hubungan antara keduanya?
Berkaitan dengan masalah tersebut, di dalam Teori Pengetahuannya, Immanuel Kant berusaha meletakkan dasar epistemologis bagi matematika untuk menjamin bahwa matematika memang benar dapat dipandang sebagai ilmu. Kant menyatakan bahwa metode yang benar untuk memperoleh kebenaran matematika adalah memperlakukan matematika sebagai pengetahuan a priori. Menurut Kant, secara spesifik, validitas obyektif dari pengetahuan matematika diperoleh melalui bentuk a priori dari sensibilitas kita yang memungkinkan diperolehnya pengalaman inderawi. Namun, perkembangan matematika pada dua abad terakhir telah memberikan tantangan yang cukup signifikan terhadap pandangan Immanuel Kant ini.
Referensi:
Gödel, K., 1961, “The modern development of the foundations of mathematics in the light of philosophy”.Retrieved 2003
---------, 1990, Kant, Rorty and transcendental argumentation, Paper was written at Section de Philosophie, Université de Fribourg
Tuchanska, B.,1999, “Is a Non-Foundationalist Epistemology Possible?”, Retrieve 2004
Rorty in Tuchanska, B.,1999, “Is a Non-Foundationalist Epistemology Possible?”, Retrieve 2004
Krausz in Tuchanska, B.,1999, “Is a Non-Foundationalist Epistemology Possible?”, Retrieve 2004

5 comments:

Alfath Alawiyah said...

Assalamualikum wr.wb
terimakasih pak atas ilmunya..kebetulan saya ada mata kulia tentang filsafat yang membahas tentang epistemologi. masalahnya adalah saya kurang paham yang mana yang dikatakan sebagai epistemologi, di tambah dengan jika dikaitkan dengan matematika. yang saya tangkap dari artikel yang saya baca, epistemologi matematika itu berarti pembahasan teori mengenai matematika, mengapa dia ada, bagaimana dia ada, dll. mohon penjelasannya pak dengan bahasa yang lebih sederhana dan bisa saya mengerti.
terimakasih banyak pak sebelumnya
wassalamualaikum. wr. wb

Unknown said...

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi banyak problem. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan penting yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Oleh karena itu cukup beralasan jika Kant menggabung dua aliran tersebut untuk di jadikan pertimbangan menjadi tren dalam pembelajaran matematika belakangan ini.

DAFID SLAMET SETIANA said...

Semua ilmu diciptakan oleh para ilmuwan pendahulu sudah pasti memiliki tujuan, dasar yang kuat, dan tentu saja mengandung kebenaran, setidaknya kebenaran menurut penciptanya masing-masing, yang kemudian melalui tahapan dikaji, dibuktikan, disangkal, dan bahkan ditolak, yang pada akhirnya kebenaran tersebut sampai pada tahapan terbukti dan dimanfaatkan oleh seluruh insan di dunia, tak terkecuali ilmu matematika. Setiap ilmu jika digali pasti selalu memiliki pondasi yang kuat, dan memiliki puncak yang sampai kapanpun tidak akan pernah selelsai untuk dibangun. Jadi beruntunglah bagi para kaum pondasionalis epistemologis yang telah berusaha meletakkan dasar pengetahuan matematika dan berusaha menjamin kepastian dan kebenaran matematika, karena mereka telah membangun pondasi yang kuat dari bangunan yang ia dirikan, untuk dilanjutkan oleh para penerusnya mencapai titik puncak yang tidak akan pernah tercapai itu.

Lokana Firda Amrina said...

Kebetulan saya sedang mempeljari filsafat ilmu tentang matematika.melihat referensi bapak saya ingin membaca sumbernya.bolehkan saya diberi tahu bpk memperolehnya?jika soft file bolehkan saya dikirimkan ke email saya? gradien_tangenalfa@yahoo.com
terima kasih banyak pak... :)

Meldawati said...

Jadi apa saja faktor-faktor yang mendorong munculnya epistemologi matematika menurut para ahli,?