Saturday, January 31, 2009

Elegi Seorang Tua Berambut Putih Menggapai Batas

Oleh: Marsigit

Orang Tua Berambut Putih Duduk Sendiri:

Aku duduk di sini. Maka aku yang telah mengaku sebagai orang tua berambut putih serta merta aku menyadari bahwa ketika aku duduk di sini, aku menjumpai ada aku yang duduk di sini, aku merasakan ada duduk dan aku mengerti ada di sini. Tetapi serta merta pula jika yang demikian aku renungkan maka aku menyadari ada diri yang bukan aku, ada diri yang sedang tidak duduk dan ada diri yang di sana. Kalau aku perjelas refleksiku itu maka aku menemukan bahwa aku yang duduk di sini menyebabkan ada yang bukan aku yang tidak duduk di sini maupun yang duduk di sana. Aku terkejut karena aku menemukan bahwa ada aku yang tidak duduk di sini, dan ada diri yang bukan aku duduk di sini. Padahal aku telah mengaku bahwa aku duduk di sisini. Maka aku bertanya siapakah aku yang tidak duduk di sini, dan siapakah diri bukan aku yang duduk di sini. Pertanyaan itu ternyata dapat saya lanjutkan, siapakah aku yang duduk di sini dan siapakah aku yang tidak duduk di sini? Saya juga bisa bertanya siapakah aku yang duduk di sini dan siapakah bukan aku yang duduk di sini? Ternyata pertanyaan itu menyebabkan pertanyaanku yang berikutnya. Kalau begitu apakah ada aku yang bukan aku, duduk yang tidak duduk, di sini tetapi tidak di sini?. Aku menjadi teringat dengan pepatah jawa “ngono ning ojo ngono”. Apakah ada ngono yang bukan ngono, dan ojo ning bukan ojo? Kalau orang jawa saja sejak nenek moyang sudah mempunyai ngono ning ojo ngono, maka enehkah jika sekarang aku bertanya aku tetapi bukan aku, duduk tetapi bukan duduk, dan di sini tetapi bukan di sini? Kalau ini masih dianggap aneh maka sesungguhnyalah kita telah kehilangan dan tidak mampu memahamiwarisan leluhur.

Orang Tua Berambut Putih (pertama) Bertemu Dengan Orang Tua Berambut Putih Yang Lain (kedua):

Orang Tua Berambut Putih kedua:
Salam. Sesungguhnyalah aku mengikuti segala yang engkau pikirkan. Akulah mungkin aku yang bukan dirimu. Kemudian engkau mungkin bertanya apakah aku itulah yang tidak duduk di sini, atau apakah akulah yang duduk di sana, atau apakah akulah yang tidak duduk di sana? Tetapi setidaknya engkau telah berkata bahwa aku duduk di sini. Maka aku pun kemudian bertanya siapakah yang engkau maksud sebagai aku yang duduk di sini? Siapakah yang engkau maksud sebagai bukan aku yang duduk di sini? Siapakah yang engkau maksud aku yang tidak duduk di sini? Siapakah yang engkau maksud aku yang duduk di sana? Siapakah yang engkau maksud aku yang tidak duduk di sana? Siapakah yang engkau maksud bukan aku yang tidak duduk di sana?

Orang Tua berambut Putih Pertama:
Salam kembali. Sesungguhnya pula aku juga menyadari bahwa engkau yang bukan aku telah mengetahui pikiranku sedari awal. Namun ketahuilah bahwa sebenar-benar yang terjadi bahwa aku juga mengerti tentang pikiranmu sedari awal seawal-awalnya. Maka aku juga ingin bertanya mengapa engkau bertanya tentang aku yang duduk di sini? Padahal engkau tahu bahwa aku telah duduk di sini dan engkau yang bukan aku juga duduk di sini. Jadi sebetulnya siapakah engkau yang duduk di sini? Apakah engkau yang tidak duduk di sini? Apakah engkau juga duduk tidak di sini? Apakah engkau juga tidak duduk tidak di sini?

Orang Tua Berambut Putih Kedua:
Sesungguh-sungguhnya aku telah mengerti bahwa engkau akan mengajukan pertanyaan seperti itu, tetapi aku ragu apakah aku mengerti atau tidak mengerti jawabanmu.

Orang Tua Berambut Putih Pertama:
Sesungguh-sungguhnya aku juga telah mengerti bahwa engkau akan memberi komentar seperti itu, tetapi aku ragu apakah aku mengerti atau tidak mengerti komentarmu.

Orang Tua Berambut Putih Kedua:
Sesungguh-sungguhnya aku juga telah mengerti bahwa engkau akan memberi komentar seperti itu, tetapi aku ragu apakah aku mengerti atau tidak mengerti komentarmu.

Orang Tua Berambut Putih Pertama:
Mengapa engkau selalu menirukanku?

Orang Tua Berambut Putih Kedua:
Mengapa engka selalu menirukanku?

Orang Tua Berambut Putih Pertama:
Kalau begitu apa maumu?

Orang Tua Berambut Putih Kedua:
Kalau begitu apa maumu?

Orang Tua Berambut Putih Ketiga Menjumpai Ada Dua Orang Berambut Putih Berkelahi:
Wahai para orang tua. Mengapa sesama orang tua seperti engkau berdua saling berhantam? Apa kau pikir yang ada di sini cuma engkau berdua? Sebenar-benar yang terjadi adalah bahwa aku telah mengerti pikiranmu berdua sedari awal. Apakah engkau berdua tidak mengerti bahwa sedari awal aku telah duduk di sini bersamamu? Maka apalah gunanya mengapa engkau saling bertengkar? Bukankah saling bertukar pikiran itu lebih baik dari pada berkelahi.

Orang Tua Berambut Putih Pertama dan Kedua Secara bersama-sama menjawab:
Sesungguhnya pula aku juga menyadari bahwa engkau yang bukan aku telah mengetahui pikiranku berdua sedari awal. Namun ketahuilah bahwa sebenar-benar yang terjadi bahwa aku berdua juga mengerti tentang pikiranmu sedari awal seawal-awalnya. Maka aku berdua juga ingin bertanya mengapa engkau bertanya tentang aku berdua yang duduk di sini? Padahal engkau tahu bahwa aku berdua telah duduk di sini dan engkau yang bukan aku berdua juga duduk di sini. Jadi sebetulnya siapakah engkau yang duduk di sini? Apakah engkau juga tidak duduk di sini? Apakah engkau juga duduk tidak di sini? Apakah engkau juga tidak duduk tidak di sini?

Orang Tua Berambut Putih Ketiga:
Sesungguh-sungguhnya aku telah mengerti bahwa engkau berdua akan mengajukan pertanyaan seperti itu, tetapi aku ragu apakah aku mengerti atau tidak mengerti jawabanmu berdua.

Orang Tua Berambut Putih Pertama dan Kedua Secara bersama-sama menjawab:
Sesungguh-sungguhnya aku berdua juga telah mengerti bahwa engkau akan memberi komentar seperti itu, tetapi aku berdua ragu apakah aku berdua mengerti atau tidak mengerti komentarmu.

Orang Tua Berambut Putih Ketiga:
Sesungguh-sungguhnya aku juga telah mengerti bahwa engkau berdua akan memberi komentar seperti itu, tetapi aku ragu apakah aku mengerti atau tidak mengerti komentarmu berdua.

Orang Tua Berambut Putih Pertama dan Kedua Secara bersama-sama menjawab:
Mengapa engkau selalu menirukanku?

Orang Tua Berambut Putih Ketiga:
Mengapa engkau selalu menirukanku?

Orang Tua Berambut Putih Pertama dan Kedua Secara bersama-sama menjawab:
Kalau begitu apa maumu?

Orang Tua Berambut Putih Ketiga:
Kalau begitu apa maumu?

Orang Tua Berambut Putih Keempat Menjumpai Ada Tiga Orang Berambut Putih Berkelai:
Wahai para orang tua. Mengapa sesama orang tua seperti engkau bertiga saling berhantam? Apa kau pikir yang ada di sini cuma engkau bertiga? Sebenar-benar yang terjadi adalah bahwa aku telah mengerti pikiranmu bertiga sedari awal. Apakah engkau bertiga tidak mengerti bahwa sedari awal aku telah duduk di sini bersamamu? Maka apalah gunanya mengapa engkau saling bertengkar? Bukankah saling bertukar pikiran itu lebih baik dari pada berkelahi.

Orang Tua Berambut Putih Pertama, Kedua dan Ketiga Secara bersama-sama menjawab:
Sesungguhnya pula aku juga menyadari bahwa engkau yang bukan aku telah mengetahui pikiranku berdua sedari awal. Namun ketahuilah bahwa sebenar-benar yang terjadi bahwa aku bertiga juga mengerti tentang pikiranmu sedari awal seawal-awalnya. Maka aku bertiga juga ingin bertanya mengapa engkau bertanya tentang aku bertiga yang duduk di sini? Padahal engkau tahu bahwa aku bertiga telah duduk di sini dan engkau yang bukan aku bertiga juga duduk di sini. Jadi sebetulnya siapakah engkau yang duduk di sini? Apakah engkau juga tidak duduk di sini? Apakah engkau juga duduk tidak di sini? Apakah engkau juga tidak duduk tidak di sini?

Orang Tua Berambut Putih Keempat:
Sesungguh-sungguhnya aku telah mengerti bahwa engkau bertiga akan mengajukan pertanyaan seperti itu, tetapi aku ragu apakah aku mengerti atau tidak mengerti jawabanmu bertiga.

Orang Tua Berambut Putih Pertama, Kedua dan Ketiga Secara bersama-sama menjawab:
Sesungguh-sungguhnya aku bertiga juga telah mengerti bahwa engkau akan memberi komentar seperti itu, tetapi aku bertiga ragu apakah aku bertiga mengerti atau tidak mengerti komentarmu.

Orang Tua Berambut Putih Keempat:
Sesungguh-sungguhnya aku juga telah mengerti bahwa engkau bertiga akan memberi komentar seperti itu, tetapi aku ragu apakah aku mengerti atau tidak mengerti komentarmu bertiga.

Orang Tua Berambut Putih Pertama, Kedua dan Ketiga Secara bersama-sama menjawab:
Mengapa engkau selalu menirukanku?

Orang Tua Berambut Putih Keempat:
Mengapa engkau selalu menirukanku?

Orang Tua Berambut Putih Pertama, Kedua dan Ketiga Secara bersama-sama menjawab:
Kalau begitu apa maumu?

Orang Tua Berambut Putih Keempat:
Kalau begitu apa maumu?

Orang Tua Berambut Putih Kelima Menjumpai Ada Empat Orang Berambut Putih Berkelahi:
.....
Orang Tua Berambut Putih Keseribu Menjumpai Ada Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan Orang Tua Berambut Putih Berkelai.
.....
Orang Tua Berambut Putih Ke-n Menjumpai Ada n-1 Orang Berambut Putih Berkelahi:
.....
Ada diri yang bukan mereka menjumpai mereka berkelahi:
Aku sendiri tidak tahu siapakah diriku. Apakah diriku itu diriku atau bukan diriku. Aku juga tidak tahu apakah diriku adalah satu dari mereka? Aku juga tidak tahu apakah aku tahu pikiran mereka sedari awal? Aku juga tidak tahu apakah aku duduk? Aku juga tidak tahu apakah aku di sini atau tidak di sini? Aku tidak tahu apakah mereka mengetahui pikiranku sedari awal. Aku tidak tahu apakah mereka tahu atau tidak tahu aku di sini atau tidak di sini, aku duduk atau aku tidak duduk? Aku tidak tahu apakah yang akan mereka tanyakan? Aku tidak tahu apakah yang mereka akan komentari. Aku tidak tahu apakah mereka akan selalu menirukanku? Aku tidak tahu apakah aku akan selalu menirukannya. Aku tidak tahu apakah aku juga akan berkelahi atau tidak akan berkelahi dengan mereka? Aku tidak tahu apakah jika aku berkelahi dengan mereka maka akan ada diri yang bukan diriku dan bukan diri mereka yang juga mengetahui pikiranku dan pikiran mereka sedari awal? Itulah sebenar-benar bahwa aku tidaklah mengatahui siapakah diriku itu. Tetapi aku mengetahui bahwa setidaknya aku bisa mengucapkan kalimatku yang terakhir. Maka akupun tidak tahu apakah itu batas ku yang ingin ku gapai. Artinya aku tidak bisa menjawab apakah aku bisa menggapai batasku.

32 comments:

Dr. Jero said...

"Elegi seorang Tua Berambut Putih"
Ada empat orang berambut putih yang berkelahi dan bertanya satu sama lain. Tetapi pada akhirnya terdapat "persamaan yang benar-benar sama" diantara mereka. Hal ini mengingatkan saya pada salah satu metode membuktikan sesuatu yang "unik/tunggal" dalam Matematika, misalnya saja: kita akan membuktikan bahwa suatu variabel x bersifat tunggal, maka kita bisa membuat asumsi bahwa terdapat X1 dan X2 dimana X1 tidak sama dengan X2. Apabila dalam proses pembuktian ditemukan X1 = x2, ini mengindikasikan bahwa pengandaian salah dan haruslah X1 =X2.
Ini memberikan gambaran bahwa "Orang Tua Berambut Putih pertama, kedua, ketiga, dan keempat sebenarnya adalah satu" itulah sebenar-benarnya Ilmu (sesuai dengan ulasan pada (Elegi Guru Menggapai Batas). Dan ketika ada si A yang datang dan tidak mengetahui sedari awal-awalnya pikiran Orang Tua berambut Putih, maka dialah sebenarnya yang sedang berusaha untuk menggapainya dan salah satu elemennya adalah diri saya.
Terima Kasih (Jero)

marhani said...

Sebuah tulisan yang bagus dan unik... Tulisan yang berjudul "Elegi Seorang Tua Berambut Putih Menggapai Batas" ini mungkin membuat sebagian pembacanya bingung, termasuk juga saya... Bingung itu kan tanda kita belajar...
Yang jelas elegi ini memberitahukan kita bahwa kita tidak akan mengetahui diri kita sebenarnya. namun gambaran diri kita akan terlihat dari komentar orang lain terhadap kita...
Akhir kata terima kasih.

stephanie.purnama.cute said...

menurut saya tulisan yang sedikit membingungkan tetapi dari tulisan"elegi seorang tua berambut putih menggapai batas", akhirnya saya mengetahui kita sebagai manusia tidak boleh dikuasai oleh pikiran melainkan merajai pikiran kita sendiri,tetapi kita juga tidak dapat mengindahkan pikiran yang datang dari luar sehingga kita harus berusaha untuk menjadikan pikiran yang datang dari luar tersebut tetap kita yang merajai sehingga menjadi satu.

Stephanie Kartikamutiara Brennadiva said...

pemikiran saya tentang "Elegi seorang Tua Berambut Putih" adalah menceritakan tentang manusia yang sedang mendalami siapakah dirinya???, apakah dirinya???, dimana dirinya???, dan bagaimanakah dirinya itu???..karena sesungguhnya manusia itu adalah mengetahui dan tidak mengetahui dirinya itu. dan dalam diri manusia itu terdapat bagian - bagian dari dirinya yang tahu dan tidak tahu dirinya itu. karena diri dari manusia itu dalah bukan dirinya dan dirinya itu. karena itulah berdasarkan "Elegi seorang Tua Berambut Putih" diperoleh bahwa diri kita itu adalah yang sedari awal kita ketahui dan yang kita tidak ketahui yang memiliki satu otak yang didalamnya terdapat pemikiran yang sesungguhnya satu tetapi bukan satu...dan elegi seorang tua berambut putih adalah pemikiran kita yang kita ketahui dan tidak ketahui.dan diri yang bukan seorang tua berambut putih adalah pemikiran bukan kita yang juga mengetahui dan tidak mengetahui dirinya.karena ketidaktahuan dan keraguan itulah maka manusia ada dan berusaha untuk memahami pikiran itu adalah aku. yang sesungguhnya memahami dan tidak memahami itulah diriku yang berkembang dengan sari makanan ketidaktahuan dalam ruang dan waktu.....sehingga aku ada dengan pikiranku....

anggit_Riyanto said...

ya, batas adalah sebuah penyampian akan ketrampilan dalam diri yang berbeda persepsi setiap insannya.

HARYONO.S said...

Menurut pandangan saya dari segi matematika, elegi seorang tua berambut putih menggapai batas adalah suatu pemodelan matematika.
Yang disebut dengan Aku dalam elegi ini menurut saya adalah Aku tetapi juga bukan Aku. Aku yang dimaksud adalah Aku melihat diriku yang lain yaitu Aku.
Dari sudut pandang matematika, kita misalkan Aku adalah x1. x1 disini menyatakan banyaknya orang tua berambut putih. Saat Aku (orang tua berambut putih) duduk sendiri, maka Aku adalah x1=1.
Kemudian ketika orang tua berambut putih yang ke-2 datang (orangtua berambut putih 2 adalah 1), ia menjumpai orang tua berambut putih yang sedang duduk yang tak lain adalah dirinya tetapi bukan Aku. Ia melihat, orang tua berambut putih 1 bertengkar dengan dirinya sendiri.
Dapat dituliskan : X2=X1 + 1
1 disini adalah orangtua berambut putih 2 yang sedang bersama orang tua berambut putih 1.
Sehingga : x2 = x1 + 1
x2 = 1 + 1
x2 = 2
Sehingga jumlah orang tua berambut putih sekarang ada 2.
Kemudian, orang tua berambut putih 3 (orang tua berambut putih 3 adalah 1) datang, ia menjumpai ada 2 orang tua berambut putih sedang berkelahi dan ia juga melihat dirinya sendiri.
Dapat dituliskan : x3=x2 + 1
1 disini adalah dirinya sendiri yang saat itu bersama 2 orang tua berambut putih.
Sehingga : x3 = x2 + 1
x3 = 2 + 1
x3 = 3
Sehingga jumlah orang tua berambut putih ada 3.
Sehingga jika orang tua berambut putih n datang, maka ia akan melihat n-1 orang tua berambut putih sedang berkelahi dan dirinya sendiri.

ERVINTA DEWI said...

Ervinta Astrining Dewi
07301241028
P.Mat R 07
Kuliah Filsafat Mat; Senin jam 7.00 wib M2


Elegi orang tua Berambut putih...
ketika membacanya sekilas yang terlintas yaitu orang tua berambut putih ini sebenaranya adalah satu orang, lalu kenapa? kemudian setelah mengulangnya saya hanya dapat memahami bahwa dalam Elegi Orang tua Berambut putih menggapai Batas ini menunjukkan bagaimana begitu rumitnya diri kita untuk memahami diri kita sendiri,bahkan terkadang pikiran kita sendiri pun sulit kita jangkau. terkadang banyak faktor yang mempengaruhi kita dan membuat kita bingung sendiri, goyah dengan pendirian kita, terkadang seolah kita mendengar bisikan entah dari nurani, lubuk hati, setan, malaikat, atau diri kita yang lain... sulit untuk dipahami selintas saja. Sehinggga kita harus senantiasa berusaha memahami diri kita serta mengontrolnya agar berada pada Jalan yang diridloi Allah SWT.

Sedemikian kita sulit memahami diri sendiri maka akan kesulitan pula kita untuk memahami orang lain...pemikirannya apalagi menebak isi hatinya.

Bagi saya belajar Filsafat merupakan sebuah tantangan. Sedemikian saya berupaya memahami sesuatu yang sedikit berbeda dari diri dan kebiasaan saya. Adakah Kiat untuk mempelajari filsafat bagi yang baru memulai mengenalnya?terimakasih.

ERVINTA DEWI said...
This comment has been removed by the author.
ERVINTA DEWI said...

Ervinta Astrining Dewi
07301241028
P.Mat R 07
Kuliah Filsafat Mat; Senin jam 7.00 wib M2


Elegi orang tua Berambut putih...
ketika membacanya sekilas yang terlintas yaitu orang tua berambut putih ini sebenaranya adalah satu orang, lalu kenapa? kemudian setelah mengulangnya saya hanya dapat memahami bahwa dalam Elegi Orang tua Berambut putih menggapai Batas ini menunjukkan bagaimana begitu rumitnya diri kita untuk memahami diri kita sendiri,bahkan terkadang pikiran kita sendiri pun sulit kita jangkau. terkadang banyak faktor yang mempengaruhi kita dan membuat kita bingung sendiri, goyah dengan pendirian kita, terkadang seolah kita mendengar bisikan entah dari nurani, lubuk hati, setan, malaikat, atau diri kita yang lain... sulit untuk dipahami selintas saja. Sehinggga kita harus senantiasa berusaha memahami diri kita serta mengontrolnya agar berada pada Jalan yang diridloi Allah SWT.

Sedemikian kita sulit memahami diri sendiri maka akan kesulitan pula kita untuk memahami orang lain...pemikirannya apalagi menebak isi hatinya.

Bagi saya belajar Filsafat merupakan sebuah tantangan. Sedemikian saya berupaya memahami sesuatu yang sedikit berbeda dari diri dan kebiasaan saya. Adakah Kiat untuk mempelajari filsafat bagi yang baru memulai mengenalnya?terimakasih.

Juna said...
This comment has been removed by the author.
ivana ekasari nnr said...

Jika ada batas, untuk apa kita terus barjalan…? Jika ada batas, untuk apa pula kita terus berlari…? Karena batas akan membuat kita berhenti. Berhenti dalam segala hal. Berhenti dari berfikir, berhenti dari bertanya, berhenti dari belajar, berhenti dari hidup. Bukan kita yang membuat batas kita. Biarkan Sang khalik yang menentukan batas kita, dan batas dari segala hal yang ada di dunia ini maupun di dunia lain. Biarkanlah kita tidak mengetahui sedikitpun tentang batas kita, agar kita terus berjalan, agar kita terus berlari, agar kita terus berfikir, bertanya, belajar, agar kita terus berusaha untuk hidup, dan agar kita terus berjuang untuk menggapai batas, sampai memutih rambut ini.

AGUNG WAHYUDI said...

batas adalah suatu ketakhinggaan
batas adalah kekawatiran kita
tapi hidup telah di batasi oleh sang kholiq
untuk itu kita harus hidup dengan semua batas dari sang kholiq

TriDessyDamayanti said...

Tulisan yang berjudul “elegi seorang Tua Berambut Putih". Dalam percakapan itu terdiri dari empat orang berambut putih yang saling berhantam untuk mempertahankan pernyataan yang dilontarkan. Kebingungan-kebingungan ketika membaca tulisan ini mendera di otak pikiran khususnya saya sendiri. Namun, kebingungan itulah yang menjadikan pembelajaran ini berawal. Dan, pelajaran yang dapat saya petik adalah “bagaimanakah untuk menggapai sebenar-benarnya diri saya sendiri ?”

MuhammadFaisalFahrurozi said...

Elegi Seorang Tua Berambut Putih adalah salah satu rangkaian tulisan elegi-elegi yang lain. Dalam tulisan ini menggambarkan akan penemuan-penemuan untuk mencapai jati diri seseorang. Keterbatasan ilmu yang dimiliki seseorang akan membantu dalam percakapan yang berlangsung sangat lama. Masing-masing aktor dalam percakapan ini membicarakan tentang batas pikiran. “Lalu bagaimanakah dengan batas dari pikiranku saat ini ?”

P.Matematika 2006 UNY said...

setelah saya membaca elegi rang tua berambut putih menggapai batas,walaupun saya merasa bingung tetapi saya berusaha memahaminya.dan yang dapat saya pahami dari elegi ini adalah kita sebagai manusia bertindak seuai ruang dan waktu dimana kita berada. orang tua berambut putih itu bertidak sesuai ruang dan waktu pada saat itu, sehingga apa yang mereka lakukan sama karena mereka berada di ruang dan waktu yang sama. tapi saya yakin ada makna yang lebih mendalam dari apa yang saya pahami dari elegi bapak yang berjudul orang tua berambut putih menngapai batas..makasih

Dwi Pembangun Ari Yuwono said...

Apa yang diperdebatkan oleh orang tua berambut dalam ''Elegi Orang Tua Berambut Putih Menggapai Batas'' adalah hal yang tidak ada pangkal maupun ujungnya jika tidak ada batasan terhadapnya. Kerena tujuan dari orang tua berambut putih adalah "menggapai batas", maka batasan inilah yang akan menjadi pangkal dan ujung perdebatan dari orang tua berambut putih.

Tantri Mega S said...

"Elegi Seorang Tua Berambut Putih Menggapai Batas" merupakan bacaan yang sangat unik dan semua orang bisa memaknai secara berbeda, tapi dalam fikiran saya, saya dapat memaknainya dari dua sudut pandang,yaitu matematika dan barangkali ilmu filsafat itu sendiri. Dari sudut pandang matematika saya dapat mengartikan bahwa secara umum bilangan itu tak terbatas, kita tidak dapat memberikan batasan bilngan terkecil itu berapa, begitu jug dengan bilangan terbesar. jika kita menentukn n merupakan bilangan terbesar, masih ada n+1, n+2 dan seterusnya.
Dilihat dari sudut pandang filsafat sendiri, keempat orang tua berambut putih dan orang tua berambut putih yang datang selanjutnya merupakan satu orang yang membedakan mereka adalah ruang dan waktu yang berbeda.

Husna Arifah said...
This comment has been removed by the author.
Husna Arifah said...

good afternoon sir...
i have read your article about " Elegi Seorang Tua Berambut Putih Menggapai Batas". I am really sorry sir if it's wrong, but i think this elegi is about geometrical or arithmatical series..
orang tua berambut putih pertama was assumed by xi and orang tua berambut putih kedua is x2, and etc. until x 1000.
to can operate this series, actually we must have some formulas and some roles.
I also think that youe elegi is a great article that can make us as a student interested to learn arithmetical and geometrical series deeper.
well, i think that's my opinion,
thank you Sir.

pitriawati said...

Pitriawati, S2, Linguistik Terapan, Kelas A
It is said that there will be a constant fight deep within human soul for their entire live. What we try to search deep within our soul reflects what and who we really are. there may be more than 1000 or may be million of us deep inside ourselves. these 'people' inside us are those who always scream and fight for the real answer that we always try to carry on in our lives. yet, if we look back to the real us, i.e. when we try to be honest to ourselves, in the end, we will find that there are no 1000 of us. we are one. we just have to search more deep inside to find those truth. this truth, will, and with no doubt, influence the way we live. We may not always right as sometimes we can be wrong. Yet, this constant battle inside ourselves will always be there in our live and we will not know where it will end because no body knows who they really are as there will be no limit to find out about it.

Unknown said...

Ilmu sangatlah luas tak terbatas. Ada ilmu yang ada dalam pikiran dan ilmu yang tidak ada di dalam pikiran. Ada sesuatu yang diketahui dan sesuatu yang tidak diketahui. Ilmu bagai lautan tak bertepi. Hakekat ilmu sebenarnya satu. Satu ilmu, satu guru, satu tujuan. Karena keterbatasanlah yang akan memandang ilmu terpetak-petak, dan karena nafsulah ilmu dipertentangkan satu sama lainnya.
Ilmu berasal dari sumber yang satu. Tetapi dia bisa menjelma menjadi siapapun dan melakukan apapun dimanapun untuk siapapun.
Terimakasih
Gunawan (S2 PMat 09 UNY)

Unknown said...

Tulisan ini mungkin membuat sebagian pembacanya bingung, termasuk juga saya... Tapi dengan kebingungan itu membuat saya semakin bersemangat untuk lebih mendalami lagi ilmu filsafat yang bapak ajarkan.
Yang jelas elegi ini memberitahukan kita bahwa kita tidak akan mengetahui diri kita sebenarnya, sebelum memahami hakekat dari filsafat itu sendiri.

yayu rezky amalia said...

assalamu alaykum pak

saya numpang nanya..
ada gak ebook terjemahan dari philoshophy of mathematics education by paul ernest ??

makasih sebelumnya...

listia_akhmad@yahoo.com said...

Akhmad Suhadi, PMA, 09709251019

Ilmu pengetahuan atau science adalah sesuatu yang sangat tidak berbatas semakin dicari dan diketahui semakin haus rasa akan tuk mengetahui ilmu itu sendiri, dalam kebingungan orang tua berambut putih ingin mengetahui hakekat diri pribadinya siapakah aku yang sebenarnya, bagaimanakah diriku, siapakah aku, dimanakah diriku dan bagaimana aku sesudah tiada nanti ?

SOERYA_NIE said...

Suryani UPY (06410355)
P. Matematika ( Semester 7 )
Saya tidak begitu mengerti dengan apa itu filsafat karena saya belajar filsafat dan mengenalnya juga baru semester 7 ini dikarenakan ada Mk Filsafat matematika jadi mau tidak mau saya harus mengenalnya.ketika saya membuka blog ini Wooooow ternyata yang commen orang - orang sudah berilmu tinggi (S2), jadi malu.heee...
Menurut saya isi dari Elegi Orang tua berambut putih ini adalah menggambarkan bahwa kehidupan di dunia ini tanpa batas karena kita tidak tau kapan kita akan mengakhiri hidup ini hanya Tuhan yang tahu dalam matematika bisa dikatakan tak terhingga. Begitu juga kepuasan manusia jika dituruti tiada batas maka kita harus pandai-pandai bersyukur dengan apa yang kita dapat kalau tidak akan seperti dalam elegi ini " Bingung "

indriati dwi astuti said...

ngono yo ngono ning ojo ngono,masih sangat relevan dengan kehidupan masa globalisasi sekarang, paling tidak itulah keyakinanku supaya diriku jangan sampai'ojo dumeh'
Dwi Astuti Indriati,S.Pd
Lt A sm 1 UNY

http://binerstudyclub. Blogspot.com said...

Senang saya bisa membaca tulisan ini ( dan selalu demikian tanggapan saya terhadap tulisan Pak Marsigit, terutama "seri" Elegie ini, meski belum semua sempat saya tulis dalam comment. Tapi saya harus jujur bahwa saya juga selalu bingung memahami tulisan-tulisan Beliau. Pertama saya membaca Elegie Orang tua Berambut Putih ini yang saya tangkap, setelah sekian jam dalam kebingungan, adalah sebuah pertentangan, konflik dalam batin seseorang. Konflik yang menunjukkan ketidakpastian atas sesuatu yang tidak dapat difahami dan diterima secara bulat. Ada sisi jiwa dan pikiran yang berbeda tanggapan. Sebagaimana setiap orang (saya) mengalami berbagai peristiwa dalam hidupnya yang menjebaknya dalam pertengkaran bathiniah yang terkadang tak berkesudahan. Mohon maaf, saya, sudah tentu, tidak bermaksud mengkerdilkan makna, keluasan dan kedalaman tulisan tersebut. Tapi bukankan untuk setiap orang bisa saja sebuah tulisan ditafsirkan sesuai dengan pemikirannya, dan bukankah seperti yang beliau, Pak Marsigit, katakan, itulah filsafat!

Unknown said...

Ilmu sangatlah luas tak terbatas. Ada ilmu yang ada dalam pikiran dan ilmu yang tidak ada di dalam pikiran. Ada sesuatu yang diketahui dan sesuatu yang tidak diketahui. Ilmu bagai lautan tak bertepi.
Hakekat ilmu sebenarnya satu. Satu ilmu, satu guru, satu tujuan. Karena keterbatasanlah yang akan memandang ilmu terpetak-petak, dan karena nafsulah ilmu dipertentangkan satu sama lainnya.
Ilmu berasal dari sumber yang satu. Tetapi dia bisa menjelma menjadi siapapun dan melakukan apapun dimanapun untuk siapapun.

jockmath said...

Menyadari akan keberadaan diri tidaklah mudah. Kita di sini tetapi pikiran kita tidak di sini. Badan wadag kita jelas-jelas bisa terlihat di sini tetapi pikiran tidak nyambung dengan tema di sini. Itu pertentangan antara diri ada dan tiada.
Pertentangan akan ilmu juga demikian, ilmu yang satu menyadari dirinya di sini namun disisi lain ada ilmu lain yang mempertentangkan kebedaan ilmu itu. Harus disadari bahwa harus ada batas yang harus digapai sehingga keberdaan masing-masing berguna dan tidak perlu ada pertentangan.

Anonymous said...

女傭調教 女生自衛 夫妻交換 大腿內側 夜未眠成 嘟嘟情人 嘟嘟圖片 同志色教 吉澤明步 台中夜店 台北夜店 台灣同志 台灣ki 出包王女 凹凸電影 凌虐俠女 免費女同 免費女傭 免費圖片 免費同志 免費動畫 免費黃色 免費貼影 免費色片 免費dv 免費線上 -qq美美 jp素人 h文小說 辣媽寫真 辣媽哺乳 黃色珍藏 麗的線上 貼圖片區 高雄夜店 視訊kk 西洋美女 電影線上 阿賓小說 阿賓色慾 蓬萊仙山 色片直播 美女自衛 美國色片 美美色網 線上收看 線上動畫 素人寫真 素人大全 短片線上

Artina Tarapti said...

Ketika saya baca "Elegi seorang Tua berambut Putih" ini, saya langsung terbayang bahwa itu adalah sebuah pergolakan seorang manusia yang terkadang bisa mengerti dirinya sendiri namun kadang pula tidak mengerti dan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Manusia itu kompleks. Menurut saya, tidak ada manusia yang jahat, yang baik, yang bijak, yang picik, yang sabar... Tidak ada manusia yang memiliki spesifikasi seperti itu. Karena menurut saya, manusia itu jahat, sekaligus baik, sekaligus bijak, sekaligus picik, sekaligus sabar, dsb namun semua sifat tersebut memiliki porsi yang berbeda-beda untuk setiap manusia.

Hal itulah yang menyebabkan manusia sering bergejolak dengan dirinya sendiri.

Dan selama manusia tidak membuka pikirannya, maka semua penilaiannya tentang dirinya hanya akan sebatas pemikirannya sendiri. Karena itu manusia harus bisa open mind, karena itu sangat berguna sebagai distribusi tambahan untuk pemikirannya. Karena pemikiran yang menurut kita original keluar dari pikiran kita, mungkin saja telah dipikirkan oleh ribuan orang lain sebelumnya.

Ingatlah tidak ada yang baru dibawah sinar matahari ini kecuali sains.

DAFID SLAMET SETIANA said...

Releksi:
Elegi Seorang Tua Berambut Putih Menggapai Batas
Oleh: Dr. Marsigit
Direfleksi oleh:
DAFID SLAMET SETIANA
P. Mat B PPs UNY 2011
Aspek Ontologi
Pada hakikatnya apa yang kita lakukan itu selau butuh pembenahan, entah itu kecil, sedang ataupun besar. Tidak ada benar mutlak melainkan benar-Nya. ‘Ngono yo ngono ning ojo ngono’ begitulah salah satu sanepan orang jawa unutk menyindir sesuatu yang udah benar tapi kurang benar.
Aspek Epistimologi
Terkadang tindakan yang menurut kita sudah benar atau pas itu belum tentu benar atau pas menurut orang lain. Kita mesti menyadari bahwa kita hanya manusia yang tidak sempurna. Introspeksi diri setiap waktu..setiap saat…dan setiap setiap lainnya….
Aspek Aksiologi
Dengan mencoba menggali makna dari elegi ini, kita akan lebih sadar akan kekurangan-kekurangan yang kita miliki. Jadi insaaallah akan menjauhkan diri kita dari sifat-sifat kesombongan yang sungguh tdak pantas kita miliki sebagai hamba-Nya yang begitu lemah.